Archive for the ‘Movie’ Category
Civil War – Movie Review Ecek-Ecek
Posted May 13, 2016
on:- In: Movie
- 2 Comments
Terlalu sayang tidak me-review Civil War, sama sayangnya dengan tidak menontonnya. It’s a big must pastinya, especially when you have a cinta-mati-Iron-Man gene in your body and soul.
Langsung saja my impression setelah menonton film ini :
* I love the story and the plot. Sayang endingnya kok agak anti-klimaks dan cepet banget ya. I thought bakalan ada musuh besarnya lagi, ternyata the movie ends with Captain and Iron Man fight. That’s it. Emang sih tagline-nya aja udah “Which Side Are You” yang implicitly states bahwa film ini adalah tentang Captain America lawan Iron Man, tapi kirain ada something more.
* Masih sedikit terkait point di atas, motif villain-nya kok agak cemen ya. Revenge on behalf of family. Kalo’ di kehidupan nyata, yes itu relevant banget, tapi untuk ukuran sebuah blockbuster Marvel macam gini, rasanya motif ‘family’ terlalu dangkal. Klise banget sih memang kalo’ motifnya instead jadi menguasai dunia dll., but hey this is movie. What else is more interesting than that motive?
* Si Villain – sejak pertama liat, otak udah muter-muter. Kayaknya kok mukanya familiar banget ya, apalagi bibir tipisnya. Bukannya napsu loh.. Kelar nonton saya langsung google cast-nya the movie and baru sadar bahwa si jahat itu adalah Niki Lauda di film Rush! Ya ampun pantesan kayak tau gitu. Seneng banget bisa liat si jago akting ini lagi.
* Black Widow – aneh banget ngeliat dia jadi super nice di film ini. Rasanya ganjil dan ga betah ngeliat sisi dinginnya raib total, but I kinda like her in this nice-mode.
* Iron Man in Government side and Captain America against the government? Lagi-lagi rasanya ganjil. Sejak kapan seorang slengean-Tony-Stark mau diatur orang dan sejak kapan Captain America yang orangnya loyal dan lurus banget, mau ngelawan pemerintah? Rasanya kok lebih cocok kalo’ dibalik ya cast-nya in terms of their character. Seperti bukan mereka. Bandingkan dengan pas at the end when Iron Man kalah berantem sama Cap, he said to Cap, “Balikkin perisainya, it’s not yours. Itu kan bokap gw yang bikin..” Nah itu baru Iron Man. Selfish, childish. That’s exactly what he gonna said, menghadapi kekalahan plus kenyataan yang pahit. Tapi ya intinya I still enjoy the movie toh.
* Di film ini Captain terlihat kinclong banget. Cakep pisan gitu. Si Downey malah jadi kebanting dan jadi jelek banget. Kurang nampol kerennya. Scene favorite adalah waktu Captain selesai kiss sama tuh cewek dan melempar pandang polos ga berdosa ke dua rekannya di mobil. Auw he looked so cute! *habek-habek sampe’ ludes
* I hate si cewek yang kiss sama Captain America itu. First, dia cantik banget. Tak tahan tak iri. Kedua, why oh why dia bisa kiss sama si Captain. Ketiga, ketara banget deh naksirnya sama Captain. Di semua scene dia selalu mati-matian doing something risky buat si Captain. Jual mahal dikit kek grrr.. *ini point ga penting.
* Terakhir : Scriptnya nih film juga menurut saya bagus. Puncaknya adalah pas pertarungan one-to-one antara kedua team. Berasa kocak banget kan dialog-dialog antar tokohnya, apalagi selentingan-selentingan Antman and Spidey yang ngasal, misal pas si Antman masuk ke dalam kostum Iron Man dan Iron Man jejeritan panik “Sapa nehh??” Terus si Antman jawab, “Hati Nuranimu.. Udah lama kan lo ga bercakap-cakap sama dia?” Bwa-haha langsung ngakak karena kocak dan ada sarkasme yang terselubung. Juga pas salah satu tokoh bilang ke Spidey, “Lo pernah bertempur ga sih sebelomnya, karena biasanya pertempuran ga melibatkan percakapan sebanyak ini..” Bwa-haha lagi. Script favorite lain adalah pas childish-Tony bilang dengan sangat kasar ke Black Widow, “Double agent is always in your DNA, right?” Ih keren dan dalem banget *pengen habek-habek lagi.
Sudah deh sekian impresi saya mengenai film ini. Overall I rate it 8/10.
So which side I am? Errrm.. Kaki kiri di Downey, kaki kanan di Cap. Hey Black Widow, I do also have double agent gene! 🙂
Movie Review : Oct 2014
Posted October 31, 2014
on:- In: Movie
- Leave a Comment
OUIJA
Well, sama halnya dengan film ini, di akhir saat meninggalkan bioskop pikiran saya sudah melayang ke hal lain; ini dan itu, dan film itu dengan cepat menguar dari kepala. Jadi apa sebenarnya kenikmatan menonton film itu kalau sepanjang film saya hanya melihat ke arah lain mana pun asal tidak ke layar, menutup kuping kencang-kencang tanpa ada lagi terbersit rasa malu akan pendapat penuh hina penonton lain, dan di akhir sang memori bahkan enggan menempel di benak barang secuwil pun? Entahlah, tanyakanlah pada para setan penuh pesona itu.
Kesan pertama tentang film ini adalah ritme tidak berjalan konsisten. Awalnya dia sama seperti film horor lain; penonton dibuat tegang dengan alur yang lambat dan mencekam. Ya, itu di awal film. Tapi lama-kelamaan, alur berjalan dengan lebih cepat, malahan cenderung sangat cepat. Hampir setiap adegan mencekam berjalan hanya sekian menit dan kemudian selesai, tentunya dengan berdarah-darah. Entah memang dibuat seperti itu, atau memang cerita berjalan kedodoran. Tapi yang pasti makin ke belakang saya makin lega karena kita tidak disiksa dalam detik-demi-detik yang mencekam dan membuat frustrasi, tapi sebaliknya adegan-adegan seperti berlangsung kilat.
Mengenai motif, background ceritanya not bad dan ada twist yang dimasukkan menjelang akhir. Ending cerita lagi-lagi sedikit berbeda dengan film horor kebanyakan. Ekspektasi kita dihancurleburkan menjelang detik-detik film berakhir, tapi somehow saya takjub karena fenomena ketidakpasaran ini.
Ketidakmakesensean cerita, ya, ada di beberapa bagian, misal saat si cowok browsing mengenai histori yang terjadi di rumah itu dan begitu mudahnya menemukan hasil yang sesuai hanya dengan keyword begitu general. Yang juga antara disayangkan/tidak disayangkan adalah ekspektasi pribadi saya terkait prosedur bermain OUIJA di mana di akhir kita harus mengucapkan salam perpisahan. Well saya pikir unsur terlupanya salam pisah akan ada di dalam salah satu adegan film dan memicu semua kejadian buruk, namun sepertinya hal itu tidak terjadi. Jadi semua cerita hantu-menghantui ini murni hanya karena sebuah papan OUIJA. Tidak ada pencetus sama sekali. Jadi sepertinya terbentuk konklusi bahwa sekalipun kita bermain dengan cara yang tepat, OUIJA tetaplah sebuah papan berbahaya. Bicara soal ekspektasi lagi, tadinya saya berharap ada motif tertentu yang membuat si gadis pada awalnya bermain OUIJA lagi, tapi ternyata itu hanya sebuah faktor kebetulan yang sebenarnya agak mengecewakan.
Akting, no comment. Ga terlalu greget, tapi para pemain muda dengan paras enak dilihat cukup membantu.
Score : 7.
CHEF
Ini adalah salah satu film yang di awal saat melihat posternya menurut saya harus ditonton, karena melibatkan banyak faktor yang memicu adrenalin dalam diri, di antaranya makanan, Downey, dan kegemaran akan kisah drama dan perjalanan hidup.
Ceritanya sesuai dugaan saja, menurut poster dan judulnya : tentang kisah hidup, naik-turun perjalanan karir seorang Chef yang punya idealisme sendiri. Film sederhana ini dibanjiri deretan artis ternama, walaupun tidak semua punya kontribusi penting baik dalam sisi peran maupun durasi waktu. Porsi terbesar sendiri tentu saja dilakoni oleh pemeran Happy di Iron Man sebagai The Chef. Downey kesayangan saya hanya tampil 10 menitan, tapi seperti biasa kekerenannya merajai sejagat.
Kelebihan utama film ini adalah akting yang kuat dari para pemerannya dan kenaturalan mereka, terutama dua koki pemeran utama. Akting si anak juga cukup menggigit. Menyaksikan kisah mereka, dialog-dialog dalam keseharian mereka, mimik dan tawa mereka, semua seperti menyaksikan kisah sungguhan di dunia kita; kisah tentang seorang teman akrab atau sejenisnya. Sungguh, sangat naturalis.
Mengenai tampilan makanannya, tidak usah dibahas, tentunya sangat representatif dan menggugah selera, apalagi bagi para rakusto yang motif menontonnya tulus hanya untuk, demi, dan atas nama makanan.
Overall film berjalan cukup datar menurut saya dengan konflik dan ending yang tentu saja predictable. Di akhir, tidak terlalu berkesan, tapi tetap sekian puluh menit yang cukup menyenangkan dan menghibur. Sempat terbersit tanya sedikit, apakah ada bedanya, menjadi koki restoran France ternama dengan kreasi yang sangat appearance-based, dengan menjadi koki keliling roti isi. “Apa ga sayang skill-nya?” pertanyaan orang awam itu sempat muncul sejenak.
Score : 7.5
FURY
Tapi karena ini Brad Pitt dan si Transformer-guy, maka sepertinya tidak ada salahnya kalau film ini ditonton. Bukan karena faktor kemenarikan mereka, karena I’m not their fans at all, tapi karena nama besar mereka.
Fury tampil begitu lambat sejak awal, dan konsisten terus seperti itu hingga akhir walaupun adegan puncak yang menyajikan perang 5-6 orang melawan ratusan orang cukup membuat terkesiap. Di tengah ada beberapa scene yang sumpah dipikir sampai uban berevolusi pun tetap tidak menghadirkan jawaban atas pertanyaan “Apa relevansi dan gunanya adegan-adegan ini dalam film?” Saya tidak usah menyebut adegannya, tapi setelah kalian menonton, kalian akan tahu adegan mana yang saya maksud. Panjang, membosankan, tiada guna dan tidak mengundang impresi apapun yang menolong kita memahami lebih lagi tentang inti film ini.
Brad Pitt sendiri bermain apik seperti biasa, dan sumpah lagi, di film ini dia kelihatan lebih keren dari biasanya, yang hanya bisa ditandingi dengan moment saat dia mengenakan tuxedo di hari pernikahannya, membuat kaki jenjang dan badan bagusnya terbungkus sempurna.
Di akhir, kami semua keluar bioskop dengan wajah kosong, seperti masih berusaha keras menemukan sisi menarik film ini.
Score : 7
Movie Review Sept – Oct 2014
Posted October 22, 2014
on:- In: Movie
- 9 Comments
Udah lama banget nih ga review film. Entah sudah berapa banyak film yang tidak ter-review. Kalo’ sempet someday bakal coba ngejar dan backdated the review 🙂
Berikut adalah sekilas film-film yang ditonton minggu-minggu terakhir ini.
The Judge
Menurut saya ini adalah film Downey paling bagus so far (cuma tau Sherlock/Iron Man, dan belum termasuk The Chef karena belum nonton). Karakternya sedikit mirip dengan Stark di Iron Man : sinis dan agak dingin, so sebenarnya ga ada yang terlalu baru di sini, tapi percayalah even orang awam macam saya bisa melihat bahwa Downey aktingnya keren banget di sini. My favourite scene adalah pas si Judge dirawat di rumah sakit dan berdiskusi dengan Downey, kemudian Downey ketawa desperate karena speechless ngeliat kekeraskepalaan ayahnya. Gatau ya, itu cuma scene sederhana yang ga terlalu penting, tapi kerasa banget betapa frustrasi Downey ngadepin ayahnya. It’s just so natural.
Yang juga ga kalah kerennya adalah acting si The Judge-nya (Robert Douvall). Ya ampun, ekspresinya, cara jalannya, tatapannya, semua bisa menyiratkan dengan sangat nyata kekeraskepalaannya, kegetiran, sekaligus ketidakberdayaannya. Asli beneran keren.
Si anak perempuan Downey main cukup bagus, tapi I’m sick of endless-smile nya yang terlalu terpasang di wajah. Also don’t really like sama si cewek ex Downey (yang main film Up in The Air bareng George Clooney dan The Conjuring kan ya dia).
Selain akting para tokohnya yang aji gile, cerita tentang pengadilan memang selalu menarik buat saya. Gimana jaksa dan pengacara saling berargumen adalah tontonan yang bikin adrenalin naik, dengan latar belakang drama keluarga. Script film ini juga keren loh..
Di akhir cerita, saya sedikit bingung dengan senjata pemungkas Downey saat menanyakan nama si officer pengadilan ke si Judge. I mean, itu kan bisa aja Judge-nya jawab bohong gitu, and there’s no proof. Heran aja kenapa jawaban itu bisa dianggap valid untuk membela si Judge. Maaf ya agak spoiler dikit.
Ah at the end, pesona Downey selalu bikin kita meninggalkan bioskop dengan sedikit greget di hati, berharap filmnya tidak pernah usai.
Score : 8.5
The Book of Life
OMG I love this movie! Dari awal liat poster dan trailernya aja saya udah demen setengah mati. Cerah-ceria warna-warni di dalam filmnya manjain mata banget. Cantik banget graphic-nya.
Ceritanya sendiri adalah tentang dua dewa dunia atas dan bawah yang bertaruh atas cinta segitiga di dunia manusia. Sayangnya dua lelaki dan satu perempuan manusia ini jadi korban dari taruhan tersebut, sampai harus berkorban nyawa. Intinya adalah gimana salah seorang pria berusaha fight untuk wanita yang dicintainya dengan dukungan keluarganya, sementara dua dewa di atas campur tangan juga karena ga mau kalah satu sama lain.
Dari awal cerita, saya juga udah dibikin terpikat sama ceritanya. Anak-anak kecil nakal yang mencoba jadi biang kerok saat mengunjungi museum itu semuanya cute-cute banget. Masuk lebih dalam ke cerita, saya makin tersedot dengan plot-nya, terutama lagu-lagunya yang juga keren secara salah satu tokohnya adalah seorang gitaris. Karakter tiga tokoh utamanya juga sangat kuat. Terakhir, seperti yang saya sudah sebut di awal, masuk ke dua negeri yang berbeda dalam film ini, mata dan hati kita dijungkirbalikkin banget. Pengen banget ngerasain bahagia dan asyiknya di negeri orang-orang yang diinget, yang diceritain penuh dengan kebahagiaan, keceriaan dan kemeriahan. Guillermo del Toro bener-bener asli genius abis.
Overall secara cerita, idenya menarik, walaupun di tengah-tengah ada beberapa bolong kecil yang kalo’ disempurnain, pasti bakal bikin filmnya tambah keren. Anyway ga yakin juga kalo’ film ini bakal cocok buat anak-anak. Kebayang betapa peningnya kita harus jelasin jalan cerita yang absurd ke mereka sepanjang film berlangsung 🙂
Score : 8
Good People
Posternya sih standard ya, agak-agak kelam gitu dan cukup pasaran dengan potongan-potongan kotak tokoh filmnya yang dibuat bersisian. Cuma pengen lihat Kate Hudson yang cantik aja, walaupun ga pernah suka sama James Franco entah mengapa.
Dari awal cerita berjalan agak lambat. Drama di mana-mana, tentang pasangan suami istri yang nemuin mayat dan duit, kemudian mulai diteror mafia karenanya. Ceritanya not bad tapi ga meyakinkan. Bolong di sana-sini dengan ketidakmakesensean di mana-mana. Felt so tired with this movie.
Score : 6
Left Behind
Paling demen sama model film yang berantakin adrenalin model begini, biarpun hopeless banget sama Nicholas Cage yang udah out-of-date banget.
Cerita tentang satu fenomena akhir jaman yang mendadak terjadi di seluruh pelosok bumi, dan gimana sebuah pesawat dan para penumpang di dalamnya berusaha mengatasi hal ini sekaligus menyelamatkan diri.
Di pertengahan, saya mulai agak bisa nebak ceritanya, mengingat di awal ada sedikit clue berbackground religious. Cuma sedikit surprise aja karena sang produser atau siapapun itu ‘berani’ mengangkat tema ini, yang buat saya pribadi merupakan suatu terobosan yang menggembirakan. Filmnya sendiri asli jelek, tapi I got the message so much dan merupakan suatu reminder yang sangat mengena. Gatau gimana pemeluk agama lain menyikapi film ini, tapi I think itu balik ke personal masing-masing. Intinya anggaplah film ini sebagai hiburan, don’t take it too serious bagi yang merasa message-nya tidak relevant.
Nicholas Cage sendiri menurut saya aktingnya datar banget di film ini, sampe’ takjub. Kok bisa yah sama sekali ga ada ekspresi barang sedikitpun. Semua kesedihan dan kepanikannya sama sekali ga terasa dari mimik dan cara berbicaranya. Dialog-dialog yang terjadi selama film ini, mulai dari awal pembicaraan dengan putrinya juga berlangsung monoton dan membosankan. Alur cerita berjalan ga balance, kadang lamaaa dan ga menarik banget, kadang cepet banget.
At the end, again ini film yang sangat jelek, tapi saya bersyukur bisa nonton film ini. Thank God for the reminder.
Score : 6.5
Annabelle
Ah susah menilai film ini karena saya kebanyakan melihat ke arah lain setiap kali ada adegan yang menyeramkan. Tapi entah kenapa sepertinya overall film ini ga terlalu ‘menyiksa’ saya sepanjang adegan filmnya seperti film-film lain. Mungkin karena seluruh penonton kompak merespons dengan tawa setiap kali music mulai menjurus ke adegan-adegan menegangkan. Bagusnya adalah ada beberapa scene yang ga terlalu biasa seperti film horror pada umumnya. Jadi semacam terobosan baru deh. Pemeran utama ceweknya juga cantik dan enak dilihat.
Anyway belakangan baru tahu bahwa si pemeran utama wanita ternyata namanya juga Annabelle ya 🙂 Such a coincidence! Juga baru tahu bahwa boneka aslinya ternyata tampangnya tidak seseram boneka di film itu, malahan cenderung culun.
Overall film ini menurut saya biasa saja, tapi tetep seneng sama tema boneka di film horor. Menarik!
Score : 7.5
The Maze Runner
Tadinya beranggapan ini hanyalah film abege standard yang mencoba mengulang kesuksesan bukunya, tapi setelah ditonton ternyata ceritanya lumayan juga. Saya ga mau terlalu bahas akting ya, secara saya merasa ga ada yang spesial dengan akting semua pemerannya, tapi si pemeran utama cukup enak dilihat gaya dan perawakannya.
Yang menyenangkan adalah ketegangan yang terasa hampir di sepanjang film. Seneng aja, film yang tadinya saya kira agak ecek-ecek ini ternyata mampu bikin kita duduk dengan gelisah di bangku bioskop.
Di akhir cerita, agak penasaran untuk beli bukunya, tapi nantilah ditunda dulu 🙂
Score : 8
Dracula Untold
Feeling saya ga enak waktu nonton film ini, karena kebayang film I, Franskenstein yang sumpah isinya cuma perang dan berantem berdarah sana-sini. Yah ternyata kurang lebih samalah dengan film ini. Cuma senengnya adalah karena film ini mengangkat beneran histori nyata Draculi yang memang seorang tokoh nyata. Jadi tahu dan aware sedikit mengenai tokoh yang satu ini. Bener-bener cocok dengan judulnya, Dracula Untold.
Tokoh utamanya ini saya lupa namanya, tapi yang pasti dia main di The Hobbit deh. Untungnya dia sangat-sangat enak diliat. Suka dengan gayanya yang cool dan ga terlalu berlebihan.
Overall agak susah comment film ini. Ceritanya sih bolehlah dengan background vampire-vampire gitu. Alurnya juga OK, ga terlalu boring, mengalir dengan lancar dan enak diikuti. Lumayan seru dan bikin penasaran, tapi di akhir agak ketebak. Endingnya cukup bagus, penutup yang manis buat film ini.
Score : 7.5
The Equalizer
Denzel Washington punya film, tentunya harus ditonton punya. Sayangnya film ini kok biasa banget ya. Seperti biasa Denzel-nya terlalu sakti dan jagoan. Berasa males aja dan jadi ga semangat nonton filmnya sampe’ habis. Si cewek pemeran Kick-Ass juga menurut saya tampil biasa-biasa aja. Cenderung agak datar malah aktingnya, walapun suka sama kecantikan naturalnya.
Ceritanya tentang ex agen rahasia yang nolongin seorang gadis yang jadi pelacur, sehingga setelahnya terpaksa berurusan dengan satu gank mafia dari Rusia (kalo’ ga salah inget).
Score : 7
Walking Among Tombstone
I never like Liam Neeson yang begitu tua dan melelahkan untuk dipandang, seriously. Yang ada hanya rasa iba saat memandangnya, menimbulkan sensasi tidak nyaman saat menonton semua filmnya, termasuk film ini.
Mirip The Equalizer, saya merasa Liam terlalu jago di film ini. Rasanya semua kok berjalan begitu lancar. Cerita pun standard, tentang tindak penculikan yang dilakukan dua orang penjahat dengan korban para wanita. Liam sebagai seorang detektif yang punya background pahit dalam sejarah karirnya, disewa untuk menemukan penjahatnya.
Overall, asli biasa banget cenderung kurang bagus.
Score : 7
Captain America
Posted April 11, 2014
on:- In: Movie
- Leave a Comment
Captain America is another must watch movie bulan ini. Jangan, jangan, bandingkan dia dengan Tony Stark karena perbedaannya terlalu jauh, seperti rambut yang indah alami vs bulu ketek abang-abang yang keren. Yang satu nice guy dan lurus man banget, sementara yang satu agak bad guy dan urakan campur binal. Dan tentu the first one is not my favorite. Herannya, pas nonton film ini, mendadak si Captain jadi terlihat cakep dan keren banget. Mukanya kalem banget, minta dijilat, tatapannya teduh, trus orangnya kayaknya baiiiik banget, pengen dijadiin temen gitu (temen deket banget). Jadinya saya agak-agak surprise sih.
Sayangnya di luar segala kecakepan tadi, saya yang o’on ini ga berhasil ngerti secara keseluruhan filmnya. Banyak banget intrik-intrik dan tokoh yang terlibat, dan semuanya seperti puzzle yang at the end ga berhasil saya satuin dalam satu cerita utuh. Ah, I’m bad in visualization indeed. Yang saya juga kurang suka tentunya beberapa ketidakmasukakalan di sana-sini, misalnya si tetangga cewek yang digebet ternyata agen S.H.I.E.L.D juga (spoiler), tapi yah namanya juga film.
Dari sisi teknologi tentu ga usah ditanya. Keren, mumpuni, apapun itu deh.
Sisi lain, si Scarlett, entah kenapa tampil kurang cantik di film ini. Biasanya dia menawan banget, tapi kali ini dia agak kummel dan dekil. Terus karakternya sedikit bikin jengah karena terus-menerus jodohin Captain sama si ini-itu; mirip modus abege yang sebenernya naksir sama cowok tapi berusaha jodoh-jodohin si cowok sama temen-temennya. Berasa agak garing gitu.
Overall oke lah filmnya, tapi buat saya ga sampe gimana-gimana sih. Ga berkesan dan nempel di hati. Maklum, ga gitu ngerti.
Score : 7.5
Movie Review March 2014 (2)
Posted March 25, 2014
on:- In: Movie
- Leave a Comment
Need for Speed
Semua orang tampaknya meng-underestimate film ini gara-gara tanpa sadar membandingkannya dengan Fast & Furious. Kasian dia, tak ada salah apa-apa tapi jadi bulan-bulanan masyarakat setempat. Karena iba, maka gw memutuskan untuk menontonnya. Tapi jujur itu pun terjadi karena semua film lain kebetulan sudah ditonton, dan ketimbang menonton film 4 Tahun di Rumah Hantu maka Need for Speed menjadi sangat menjanjikan dan berkilau.
Ternyata bin ternyata, setelah ditonton filmnya lumayan loh.. Ga bikin eneg karena sok keren, dan beneran asli sumprit mobil-mobilnya cakep banget, apalagi mobilnya Dino di balapan akhir, mantepnya tak terkira. Dove, mulus, hitam, simpel, elegan, keren, cakep, sempurna, dan kawan-kawan sejenisnya.
Okeh ceritanya adalah tentang seorang anak muda dan sahabatnya yang lagi balapan sama musuhnya. Musuhnya ini kemudian nyurangin mereka sehingga temennya itu mati gara-gara balapan itu. Abis mati, si penjahat kabur dan ngumpet dan menyajikan saksi palsu sehingga perbuatannya ga ketahuan. Jadilah si jagoan yang dikambinghitamin dan dipenjara beberapa tahun. Setelah keluar, tentu saja bara dendam menyala-nyala indah di hatinya, dan berencanalah dia balas dendam dengan mengalahkan si musuh di arena balap jalanan unik yang diselenggarakan oleh seorang veteran balap tersohor yang misterius.
Udah sih kisahnya gitu aja. Sederhana, simpel, ga terlalu high-class kayak Fast and Furious, tapi membuminya itu justru bikin kita jadi ga expect banyak-banyak dan karenanya bisa meninggalkan bangku bioskop penuh sisa popcorn dengan perasaan cukup puas. Itu my experience sih. Oh ya jangan lupakan view-view cantik di area balapan sepanjang jalan.
Jadi again menurut gw filmnya lumayan dan not bad dan cukup layak ditonton dan cukup menghibur.
Score : 7.5
The Monument’s Men
Temanya gw lumayan suka nih. Walaupun berbau perang, tetep ada unsur seninya, dimana sekelompok tentara yang sebagian besar amatir mengusung misi untuk menyelamatkan karya seni di seluruh Eropa, dari rengkuhan tangan Hitler di jaman kekuasaan NAZI. Gw suka prinsipnya : dikatakan bahwa Hitler cukup cerdas sehingga tahu bahwa menguasai budaya dan seni manusia akan menghancurkan peradaban mereka (kira-kira gitu deh) sehingga misi spesial ini harus dilakukan, otherwise sejarah akan tinggal sejarah dan tidak ada peninggalan lagi alias itu kiamat buat bangsa yang bersangkutan. Gw jadi aware akan hal ini setelah menonton film ini. Ternyata sebegitu penting ya benda-benda seni dan ternyata maknanya dalam banget. Sama seperti banyak orang awam pada umumnya, misi ini tentu saja penuh dengan cemoohan dan hinaan, apalagi tentara lain semua sibuk melindungi negara dan penduduk, eh gimana bisa malah ada sebatalyon tentara yang dedicated buat ngurusin patung, lukisan, dll. – ngapain, gitu?
Ya sudah jadi intinya film ini menceritakan tentang perjuangan mereka untuk menyelamatkan benda-benda seni ini, gimana mereka harus melacak keberadaan benda-benda yang sudah tersebar di seluruh penjuru Jerman dan negara-negara lain, gimana mereka harus mecahin kode untuk menemukan tempat persembunyian benda-benda ini, dan masih banyak lagi, plus jangan lupa bahwa taruhannya adalah nyawa. Para tentara dengan background seni ini untunglah memang punya passion yang sama sehingga mereka rela nuker nyawa dengan benda-benda seni ini, sampe’ di akhir President nanya ke komandannya, “Is this really worth it?”
Overall filmnya berjalan agak lambat, banyak percakapan, banyak jeda dan perenungan. Gw yakin ga semua orang bakal suka sama film sejenis ini. Anyway di luar plot yang agak lambat, gw suka banget soundtracknya yang ringan dan kocak, membuat film serius ini jadi lebih mudah dilahap.
Score : 7
Movie Review March 2014 (1)
Posted March 17, 2014
on:- In: Movie
- 2 Comments
300 – Rise of an Empire
Sekuel sebelumnya saya ga nonton nih, tapi pas lihat trailer 300 yang kedua ini, ih berasa keren banget walaupun aslinya saya ga terlalu suka film perang beginian. Ya sudah akhirnya nonton juga deh, dan somehow saya suka banget sama film ini! Padahal banyak feedback negatif soal film ini, mulai dari datar, ngantuk dan sejenisnya. Gatau ya, saya kok malah enjoy aja nontonnya.
1. Saya ngerasa si jagoannya lumayan keren dan berkharisma biarpun nggak terkenal. Walaupun statement-statement pidatonya standard dan ga menggugah-menggugah banget, tetep tuh saya ga bergidik-gidik ilfeel ngeliatinnya. Terus si pemeran jenderal cewek yang jahat dan bertampang dingin itu, Eva Green, juga menurut saya keren dan cantik. Seneng aja ngeliatnya. ‘Dapet’ banget feel sadisnya. Eeeh tambahan lagi, dasar aneh, saya juga demen sama si raja jahat yang berpakaian ala Mesir itu, dengan segala eye-liner dan aksesori di wajah serta tubuhnya. Kayake cool banget gitu tuh orang. Ah saya memang selalu demen sama bad-guy 🙂
2. Ceritanya sebenernya standard, tapi saya suka gimana mereka menyambungkan keseluruhan cerita dengan sekuel pertama. Banyak orang bertanya-tanya, sebenernya nih film sekuel atau prekuel dari 300 yang pertama, dan jawabannya ternyata ga dua-duanya. Jadi sebenernya cerita ini paralel sih dengan film 300 yang pertama. Nah, nyambungin kisahnya itu yang menurut saya keren.
3. Masih soal cerita, yang juga saya suka adalah adu strategi yang terjadi antara si jagoan dan lawannya. Keren aja gimana mereka harus adu licik untuk memenangkan pertarungan di laut yang superganas dengan ombak dan badai.
Overall filmnya jelas sangat berdarah-darah dan sadis, tapi again tetep saja saya suka 🙂 So dark and gloomy.
Score : 8
Mr. Peabody & Sherman
Lagi banyak nih film karton yang ga menarik akhir-akhir ini – makanya begitu lihat trailer film ini, saya langsung demen banget, soalnya tokohnya lucu-lucu, gambarnya bagus, ceritanya menarik dan yang terpenting, temanya itu loh : ada unsur travellingnya! Menyenangkan banget 😀
Jadi ceritanya sih tentang seorang anjing super pintar nan jenius yang mengadopsi seorang anak manusia, yang namanya Sherman. Nah pas sekolah Sherman ini di-bully sama temen ceweknya, karena punya ayah seekor anjing. Ya sudah akhirnya terjadilah perkelahian dan Mr. Peabody jadi terancam kehilangan hak asuh Sherman karena dianggap ga bisa mendidik Sherman dengan baik.
Abis itu Mr. Peabody pun mengundang keluarga si cewek untuk berbaikan. Dan di sanalah Sherman diam-diam memperkenalkan mesin waktu buatan Mr. Peabody untuk menarik perhatian si cewek yang sebenernya ditaksirnya itu. Dimulailah perjananan seru mereka.
Setelah ditonton, filmnya ternyata agak jelek dengan cerita yang maksa dan ga masuk akal. Agak ragu ngajak anak-anak nonton film ini karena messagenya agak aneh, dimana seorang anjing mengadopsi anak manusia, belum lagi di ending semua orang berseru “I am a dog! I am a dog!” demi membela si anjing. Sebenernya tujuannya baik sih, si film berusaha nunjukkin bahwa manusia juga sayang dan bela sama anjing (dalam hal ini si Mr. Peabody) tapi tetep aja jadinya kok agak sesat ya? Hehe..
Selain cerita yang agak maksa, ada banyak bagian yang lumayan saya suka dari film ini kok, misalnya :
1. Travellingnya 😀 Menyenangkan ngeliat berbagai negara dalam berbagai dimensi waktu, mulai dari Mesir dengan Raja Tut something-something, Perancis dengan Marie Antoinette-nya, Eropa dengan Monalisanya, Yunani dengan Perang Troy-nya dan banyak lagi. Terus jangan lupa bahwa semua cerita itu bener-bener disesuaikan dengan background sejarah. Keren deh..
2. Suka juga sama scene-scene film yang ilmiah banget, misalnya gimana Mr. Peabody berusaha meloloskan diri dari tiang pacung dengan menggunakan trik pantulan cahaya matahari ditambah beberapa perhitungan rumit soal jarak, gravitasi, dll. Soal teknis mesin waktu yang diterapkan juga cukup masuk akal, walaupun tetep aja saya at the end ga terlalu ngerti prinsip ruang dan waktu itu.
Overall, dari sisi cerita, sebenernya bukannya bilang jelek sih, cuma ‘agak jelek’ aja 🙂
Score : 7
Serba-Serbi Bioskop
Posted March 11, 2014
on:- In: Movie
- 4 Comments
Nonton di bioskop itu buat saya adalah aktivitas yang agak-agak nagih dan bak nirwana sesaat – bikin kita lupa akan sekitar selama beberapa waktu, dimana kita melanglangbuana ke dunia khayal.
Beberapa point soal nonton bioskop :
1. Agak susah ngejelasin mengapa bioskop itu buat saya tempat yang menyenangkan. Begitu masuk aja, campuran aroma popcorn dan yang lainnya (gatau apaan lagi) udah semerbak banget, bikin perasaan langsung damai dalam sekejap, bahkan lagu-lagunya pun selalu bikin terhanyut. Kadang saking sukanya sama instrumen-instrumen yang suka diputar di area cinema (baik di dalam maupun di luar ruang teater), saya sampe’ penasaran pingin nanya itu CD lagu apaan. Habisnya enak-enak banget, apalagi yang berbau jazz dan klasik.
2. Masih terkait lagu, saya demen banget sama lagu iklan Barco. Itu tuh, iklan yang sering diputer menjelang film dimulai, yang menyajikan anak kecil dan kunang-kunang. Lagunya menyenangkan banget, model film-film Disney gitu
3. Hampir semua orang sering takjub setiap kali mereka tahu bahwa saya sering nonton sendiri. Mungkin kesannya kasihan dan pathetic banget kali ya, cewek nonton sendirian di bioskop. Ada benernya juga sih, tapi kok saya kayaknya ngerasa fine-fine aja ya? Enjoy-enjoy aja gitu, walaupun memang sih sering nerima tatapan prihatin dari mbak-mbak yang jaga counter tiket ataupun dari yang jaga pintu, plus jangan lupakan para penonton lain yang duduk di kiri kanan dan aware bahwa seorang cewek duduk sendirian. Entahlah mungkin udah biasa aja kali. Saya pernah loh sendirian seorang diri beneran di satu teater tanpa penonton lain, dan asli rasanya lumayan menyeramkan. Untunglah di pertengahan film tau-tau masuk satu orang cowok dan duduk di tengah. Tadinya pas dia masuk, saya langsung paranoid banget dan posisi duduknya langsung tegang. GR banget yah.. untunglah ternyata dia sesama penonton juga. Saya juga mulai lumayan sering nonton sendirian hari Minggu dan langsung marathon 2-3 film. Ih menyenangkan banget!
4. Seperti biasa, saya paling benci kalo‘ telat pas datang nonton, karena saya bakal ketinggalan trailer-trailer keren di awal film, belum lagi suasana bioskop yang udah gelap dan bikin mata kita ga keliatan, plus kan jadi ganggu penonton lain juga. Mungkin karena inilah saya juga lebih suka nonton sendiri – ga ribet dan kudu nunggu-nungguin orang, apalagi kalo‘ orangnya telat, dimana saya bisa jadi super bete, walaupun ‘cuma‘ ketinggalan trailernya. Buat orang lain mungkin saya rada psycho, tapi ya memang saya ga suka telat, titik.
5. Saya sampe‘ sedikit hafal kapan film-film baru bakal turun setiap minggunya. Yang pasti sih antara Selasa, Rabu, Kamis, dan Jumat, itu biasanya ada film yang turun, tapi ga fix juga. Biasanya film yang keren-keren akan turun di Jumat, tapi again itu juga bukan jaminan. Pokoknya Jumat hari yang lumayan bikin semangat karena pasti ada satu film baru bakal nongol.
6. Saya lebih suka nonton di 21 daripada Blitz, gatau kenapa, walaupun marketingnya Blitz memang kenceng banget. Suasana ruangan, teks filmnya dll. semua jauh lebih menyenangkan di 21. Plus di Blitz juga biasanya sinyal telepon hilang di dalam ruang teaternya. Oh ya jangan lupakan soal bangku dimana bangku Blitz itu tegak dan keras sementara bangku 21 biasanya lebih empuk, apalagi bioskop favorite saya sepanjang masa, EX.. Iiiih udah bangkunya empuk, lega lagi.. Beneran nyaman banget. Jangan kuatir soal mahalnya karena bulan-bulan terakhir ini hampir semua bioskop turun harga. Weekend di EX cuma Rp 50,000 saja.
7. Terkait dengan translation bahasanya, saya kadang benci banget sama pihak 21 yang translatenya suka ngasal dan ga sesuai konteks. Itu kan fatal banget! Bisa kesel banget sampe desperate karena gatau harus hubungin siapa untuk complain. Saya pernah coba complain lewat Twitter tapi ga ngefek tuh.
8. Saking seringnya nonton dan otomatis nyaksiin trailer, iklan dll., saya juga sampe‘ hafal sama nama si penandatangan di badan sensor dll. yakni Mukhlis Pa‘eni (eh kalo‘ ga salah sih). Penting banget ga sih informasi ini, Saudara-Saudara?
9. Saya paling demen film dengan cerita yang unik dan keren seperti cerita The Curious Case of Benjamin Button, The King Speech, atau sejenis itu. Cerita dengan background sejarah/kisah nyata saya juga suka. Film genre lain yang menarik juga adalah thriller/horor. Ih nyenengin banget tegang-tegang gitu biarpun kebanyakan juga saya merem. Terus film karton atau komedi dan drama juga saya suka. Ah, pokoknya banyak deh genre yang saya suka, kecuali genre action kayak cerita obat bius, perang, mafia, bunuh-bunuhan dll. Superhero juga sebenernya saya ga gitu suka – mungkin karena genrenya action, cuma ya biasanya kalo’ ditonton memang keren sih, apalagi Iron Man yang bikin megap-megap itu saking cool-nya. Eh iya film India, Indonesia, dan Asia lain juga biasanya saya ga gitu suka. Nanti postingan tentang film favorite saya sepanjang masa akan menyusul ya 😀
Demikian sekilas tentang dunia perfilman ala saya 😀
Movie Review – Non Stop
Posted March 2, 2014
on:- In: Movie
- Leave a Comment
Ini dia jenis film yang saya suka. Cerita tentang surat ancaman dalam pesawat yang berbuah pembunuhan, dimana si jagoan (dalam hal ini Liam Nelson) sang sheriff udara harus berjuang menemukan si peneror dan menyelamatkan seluruh penumpang. Wiiih kebayang kan serunya? Walau hanya bersetting di satu tempat yakni di pesawat, jelas aura ketegangan sudah sangat terasa bahkan sejak kali pertama menyaksikan trailernya.
Dan benerlah, sepanjang film saya ikut dag dig dug menanti detik demi detik guliran cerita mulai dari awal sejak pesan petama dikirimkan si penjahat. Penasaran terus menohok-nohok minta dipuaskan. Perasaan pun terbagi dua, mulai dari tak rela cerita berakhir sampai kepingin ending cepat terkuak. Yah demikianlah sampai akhir saya begitu menikmati film ini. Saat tegang, cewek yang duduk di sebelah saya sibuk “kyaaa.. kyaaa..” sambil merapat ke pasangannya, sementara saya hanya bisa puas dengan mencengkeram tepian bangku erat-erat. Nasib..
Namanya film tentu saja ada banyak kelemahan di sana-sini. Tapi gatau, di akhir saya hanya bisa merasa nyeri dan ngeri akibat menyaksikan film ini – sensasi yang tak kunjung hilang dalam setengah jam usa film. Seperti masih terus tersedot dalam ketegangan film dan seluruh faktor kelemahan cerita seperti menguap dan termaafkan tanpa tedeng aling-aling.
Pokoknya sebuah pengalaman yang menyentak adrenalin, menyaksikan aksi demi aksi berburu dengan waktu seperti yang disajikan film ini. Akting Liam Nelson juga cukup OK, sementara keberadaan Julianne Moore menurut saya tak banyak membuat perbedaan di film ini, tapi masih bisa dinikmati. Saya pun sempat menebak-nebak siapa si penjahat, walau akhirnya salah.
Score : 8
Movie Review Feb 2014 (2)
Posted February 26, 2014
on:- In: Movie
- Leave a Comment
Robocop
Menurut saya, Robocop ini bagus juga ceritanya loh.. Dari awal udah lumayan kebangun plotnya, kekerenan teknologinya juga jangan ditanya. Plus I love si presenter teve yang aktingnya menurut saya mumpuni banget. Sangat natural, berwibawa dan bener-bener bikin kita dapet feel-nya.
Aktingnya si Robocop sendiri juga menurut saya lumayan OK. Berasa banget getir dan putus-asanya; perbedaan karakter saat emosinya netral maupun saat emosinya diambil-alih sama mesin kelihatan banget.
Sayangnya hubungan emosi antara si Robocop dengan keluarganya ga terlalu terasa alias datar-datar aja. Jadinya kurang greget dikit. Coba kalo’ sedikit dipoles aja, pasti bakal lebih bikin nempel di hati paska udahan nontonnya.
Kekurangan lainnya adalah cerita yang kadang bikin saya ga gitu ngerti dan bertanya-tanya, “eh kok begitu ya?”, “eh, kok begini ya?” dan ga berhasil dapat jawabannya. Tapi itu sih sayanya aja kali ya yang dodol. Sedikit ketidakmasukakalan juga beberapa kali terjadi, tapi normal lah dalam film-film superhero begini dan masih sangat termaafkan.
Score : 8
The Legend of Hercules
Seperti banyak mitos yang dituangkan dalam bentuk film, The Legend of Hercules pun ga punya sesuatu yang istimewa. Standard, tidak menohok, tidak berkesan.
Ceritanya tentang seorang anak hasil hubungan dengan dewa yang kemudian dibenci oleh ayah angkatnya dan diperlakukan tidak adil dibanding kakak tirinya. Seluruh dunia seolah memusuhinya dan hanya ibu serta pembantu prianya seorang yang setia dan menyayanginya. Kebencian sang ayah dan saudaranya berujung pada usaha pembunuhan Hercules di Mesir, yang sayangnya gagal dan membawanya ke dunia semacam gladiator. Kepiawaiannya dalam bertarung membawanya kembali ke negeri asalnya, juga demi menjemput wanita yang dicintainya. Klise, kisah pun berakhir happy ending walau banyak berjatuhan korban.
Picisan, mungkin itu satu kata yang tepat untuk film ini – bak menonton sinetron saja.
Score : 6.5
The Expatriate
Sebenarnya, seperti yang sudah sering saya sebut, saya ga terlalu suka film-film action semacam ini. Tapi ya sudah namanya juga gila nonton, ya disantap juga deh.
Ceritanya tentang seorang ekspatriat yang ternyata ex CIA dan sekarang kudu merawat anak perempuannya karena istrinya sudah meninggal. Dijebak dalam suatu rencana licik nan besar-besaran, dia kini harus berjuang mendapatkan kembali identitasnya, dan diburu sana-sini bersama putrinya juga.
Plotnya cukup rumit, dari awal kita sudah dibikin mengerutkan kening dan menebak-nebak alur cerita. Cukup banyak intrik dan persekongkolan serta tokoh yang terlibat, kalau ga cukup cepat mencerna seperti saya dengan otak yang terbatas, pasti at the end jadi ngeluh-ngeluh sendiri karena merasa ga ngerti jelas keseluruhan cerita. Dari sisi ketegangan, lumayan tegang juga. Tapi yang pasti si tokoh yang kharismatik bikin kita (saya) demen ngeliatnya.. Aaron Eckhart ini adalah si pemain tokoh presiden USA di film Olympus Has Fallen.
Overall lumayan juga filmnya, asal punya otak cukup encer dan konsentrasi tinggi.
Score : 7.5
Comic 8
Banyak respons positif terhadap film komedi satu ini –mungkin mengacu pada tokoh-tokoh stand-up comedy-nya yang memang patut diacungi jempol dalam kiprahnya di dunia stand up comedy Indonesia, namun entah kenapa saya masih belum bisa menikmati film ini sama sekali. Saya hanya ketawa tulus 1-2 x, itupun hanya dari 2-3 orang pemainnya saja (yang menurut saya beneran lucu natural), yakni si Kribo Papua dan 2 orang gemuk yang saya lupa namanya. Sisanya yang notabene stand up comedian super profesional seperti Panji, Kemal si Arab, dan Ernest serta Indro, menurut saya tampil kurang greget, tapi ga ngerti juga apakah memang role/perannya yang memang bukan tipe ceplas-ceplos sehingga kelucuannya ga terasa.
Ada banyak unsur pula yang dimasukkan dalam film ini sebagaimana show stand up comedy pada umumnya : rasisme (yang memang topik netral dalam dunia mereka – bagus untuk mendidik anak bangsa supaya punya pemahaman seragam bahwa suku dan ras bukan topik tabu untuk dibicarakan – malah bisa menggalang satu rasa toleransi yang tinggi bila dihadapi dengan kepala dingin dan kedewasaan), budaya berbahasa inggris yang meracuni bangsa kita, dan masih banyak lagi, tapi menurut saya saking semua topik mau dimasukkin, akhirnya kesan yang didapat malah sepotong-sepotong alias ga menyatu dengan film.
Dan lagi-lagi seperti formula film komedi Indonesia pada umumnya, tetap saja dibutuhkan seorang wanita cantik berdada montok yang buka-bukaan sepanjang film seolah untuk menyihir para penonton (pria). Saya pribadi ga ngerasa ada suatu nilai tambah sih dengan kehadiran seorang Nikita, tapi mungkin ada point lain yang tidak bisa dilihat oleh mata seorang saya. Abaikan saja opini dangkal saya.
Keseluruhan cerita menurut saya berjalan alot dan membosankan, banyak dialog tidak perlu dan bertele-tele. Overall, tidak perlu berpanjang-lebar, saya tidak merasa film masuk dalam kategori berkesan. Hanya bagian pertama, saat mereka semua satu per satu mengajukan tuntutan pada Jokowi yang berkesan. Satu pembukaan yang epic yang sayangnya tidak diikuti oleh ceritanya.
Score : 5.5
Pompeii
Tadinya saya ga gitu tertarik lihat bagian awal trailer film ini, karena sepertinya cuma another gladiator movie saja. Eh di belakangnya baru keliatan bencana gunung meletusnya yang tersohor itu, dan langsung saya lonjak-lonjak dalam hati karena kesenangan. Siapa sih yang gatau tentang Pompeii dan Gunung Vesuviusnya (kalo’ ga salah ahaha) serta bencana yang melandanya, yang merupakan versi mirip Atlantis? Ah yah pastinya banyak sih yang ga aware. Tapi intinya, tema sejarah dan bencana alam seperti ini memikat buat saya.
Ceritanya adalah tentang perjuangan seorang gladiator dalam membebaskan dirinya, dan kemudian mengalami jatuh cinta sama putri pejabat, diperlakukan ga adil bla-bla-bla dan akhirnya hendak dibunuh oleh calon suami si putri pejabat. Tau-tau gunung meletus, semua orang pontang-panting melarikan diri, dan si cowok pun tentu saja harus menyelamatkan si putri yang ceritanya tersekap di sebuah gudang. Aaaah familiar kan dengan cerita semacam ini?
Pas ditonton, mirip-mirip The Legend of Hercules, ceritanya lagi-lagi klise. Si cowok pemeran utama tampil datar tanpa ekspresi –mungkin ceritanya karena emosinya sudah habis digerus derita atau apapun itu. Lalu si cewek juga ga cantik ya, jadi bikin kurang betah mandanginnya, dan cerita cinta mereka ga terlalu gimana-gimana banget. Ahhhh ya sudahlah pokoknya ceritanya standard saja dan tidak terlalu berkesan, tapi keseraman karena bencana gunung meletusnya cukup melekat di hati, apalagi bertepatan dengan peristiwa Gunung Kelud dan Gunung Sinabung.
Score : 7
I, Frankenstein
Reseeeh kirain ni film berbau drama, since ada kata Frankenstein-nya. Saya udah napsu banget nonton ni film karena memang Franskenstein kan super keren ceritanya dan sangat kelam. Eh ternyata bin ternyata ceritanya malah versi Underworld gitu, ya ampun.. vampir-vampiran, perang-perangan, dan segala macam. Basi banget, benci aku, merasa tertipu dan goblok banget karena kebetulan ga ngecek ceritanya.
Ceritanya ya tentang Frankenstein pasca ngebunuh tuannya, dan ternyata dia itu dicari-cari oleh para iblis dll. Kalo ga salah buat dijadiin sekutu. Maka kaum malaikat (atau sejenis itulah, pokoknya orang baeknya) pun berusaha merebut kembali Frankenstein. Gitu deh.
Bukan berarti ceritanya ga bagus ya, karena jujur setengah jam terakhir saya ketiduran, asli ketiduran banget, dan bener-bener ga ngerti gimana endingnya. Kalo‘ demen cerita-cerita model Underworld ya mungkin bakal demen sama film ini.
Score : 6
Endless Love
Ahhh, film ini ringan sekali, bener-bener ringan sampe‘ isi ceritanya pun seolah ga ada. Sesuai namanya, ceritanya tentang pasangan muda-mudi yang jatuh cinta, tapi bak telenovela, semua ga berjalan lancar karena si cewek anak orang kaya sementara si cowok anak orang miskin. Standard banget kan. Jadi ya sepanjang film isinya tentang manis-pahitnya hubungan mereka. Akankah semuanya berjalan happy-ending? Silahkan tebak sendiri.
Walaupun ceritanya asli cheesy banget dan abege banget, entah kenapa keringanannya justru memikat. Emang sih penonton yang udah dewasa mungkin bakal geleng-geleng kepala karena bakal ngerasa ni cewek goblok banget, khas remaja yang buta mata begitu jatuh cinta gitu deh, yang ngorbanin sekolah dll. hanya demi seorang cowok, tapi sepertinya sah-sah saja deh melihat kebegoan ini karena toh semua dari kita juga kemungkinan besar pernah menghadapi masa-masa bego dan jatuh cinta seperti ini. Jadi ya saya sih enjoy-enjoy aja nonton film ini J Lagian ceweknya cantik, cowoknya juga ganteng, jadi ya sudah semuanya mendukung.
Buat yang lagi dimabuk cinta, nonton film ini bakalan asoy banget. Tapi buat yang jomblo, ya palingan gigit-gigit jari mupeng aja.
Score : 7.5