[BeraniCerita #34] Menuju Duniamu
Posted November 4, 2013
on:- In: Fiction
- 12 Comments
Cerita ini memenangkan tantangan BeraniCerita34
Dalam keremangan, aku mencari sosokmu. Tak lama sebelum kulihat kamu duduk menunduk, posisi favoritmu.
Kamu tersenyum melihatku. Aku mendekatimu, dan kisah lanjutanmu pun dimulai.
“Hari ke-20.. Paman mulai berani masuk ke kamarku. Kucoba menguncinya, tapi gedorannya yang bertubi-tubi selalu membuatku menyerah pada akhirnya.”
Aku diam. Melirik sekilas kilauan air mata yang jatuh dari matamu dalam pantulan cahaya. Betapa aku ingin memeluk kamu, gadis kecil yang begitu rapuh dan lemah. Kutanya pada dunia bagaimana caranya, tak satu pun sanggup memberi jawabnya.
Aku ingat bertemu kamu sekitar tiga minggu lalu, waktu aku kebetulan melintas cepat di sini dan tak sengaja melewati tempat persembunyianmu di ceruk itu. Isak tangismu mencuri perhatianku, lantas menginisiasi suatu niat untuk menyapamu. Kamu cantik, sangat cantik. Bukan, ‘cantik’ bukan kata yang tepat untuk menggambarkanmu. Bersih.. Atau.. Bening?
Hari demi hari kukunjungi kamu dan ceritamu mengalir, bagai cerita bersambung yang terus kunanti kelanjutannya. Salahkah aku kalau kukatakan mungkin aku mencintaimu? Dapatkah kaurasa sedikit saja sayangku? Dan sebagaimana dunia tak bisa menjawab bagaimana cara memelukmu, semesta pun tak bisa mengatakan bagaimana mengatakan rasa di hatiku dan bersatu denganmu. Takdir dan kodrat tak dapat diganggu-gugat barang sedikit saja.
Seminggu Kemudian
“Apa yang terjadi hari itu?” kataku penasaran. Aku tahu ceritamu sudah mendekati ujungnya.
Kamu terisak, tidak sanggup memuntahkan kata. Kutunggu kamu dengan sabar, sebab kutahu menghiburmu pasti tiada guna. Kamu benci dikasihani.
Perlahan kamu mulai tenang. “Paman menarikku dengan paksa. Kami hampir bergulat. Kuambil benda apa pun yang terdekat –tak kuingat itu apa- kuraih dan kupukul dia berkali-kali.” Dia diam lagi menenangkan diri.
“Selanjutnya emosinya semakin membengkak, dan nafsu kebinatangannya berganti ke nafsu membunuh dan menyakitiku. Ingin membalas semua pukulan dan penolakanku. Dia raih pisau itu. Ditusukkannya berkali-kali.. Dan.. Semua selesai.. Mayatku dibuang di gorong-gorong. Di sini..”
Kamu mulai melayang sambil terisak, menyembunyikan diri lagi seperti biasa saat kisahmu sudah berakhir. Aku tahu kamu perlu ruang sendiri untuk menangani sakitmu setiap kali luka kenanganmu menusuk sehabis selesai bercerita. Kamu pernah katakan, “Tak apa, mungkin berkisah bisa menyembuhkan luka.”
Saat aku merenung sesaat sebelum meninggalkanmu, kudengar suara keributan dari luar sana. Pertama kuabaikan, tapi kemudian sumber suara makin dekat, pertanda mereka sedang masuk ke sini. Kulihat juga cahaya-cahaya dan kukenali sebagai obor yang terangkat tinggi sebagai penerangan. Manusia.
“Mulai bakar!!!” Terdengar teriakan seorang pria, membahana dan membangkitkan ketakutan.
Kamu mendadak muncul entah darimana.
“Mereka akan membakar tempat ini!!” serumu panik. “Kamu harus pergi!! Mereka akan menghancurkan tempat ini!!”
Aku masih menatap dia, mendadak merasa begitu bahagia sekaligus bodoh karena baru pertama kali menyadari ide ini.
“Tidak apa,” kataku tersengal. “Mungkin ini caraku bersatu denganmu..”
Kamu membelalak menatapku, kemudian diam. Diam yang lama. Lalu mengulurkan tanganmu seperti menyambutku.
“Kutunggu kamu,” katamu tersenyum.
Aku mencicit pelan meresponi ucapanmu. Menanti ajalku untuk masuk ke duniamu yang abadi.
**
Pak RT tersenyum puas pada istrinya. “Akhirnya tempat itu sudah dibakar dan ditutup. Tidak akan ada lagi keluhan tentang gerombolan tikus yang menempati gorong-gorong itu, belum lagi isak tangis wanita yang sering terdengar di malam hari.” Usai berkata begitu, Pak RT bergidik, bulu kuduknya merinding sesaat.
Total Kata : 500
Dibuat untuk memenuhi tantangan BeraniCerita untuk membuat FlashFiction dengan setting di gorong-gorong.
1 | jampang
November 4, 2013 at 6:17 am
jadi itu tikus sama hantu?
fannywa
November 4, 2013 at 6:39 am
Ehm iya, kira-kira begitu :p