Pembelajaran Soal Kritik dan Feedback
Posted October 22, 2014
on:- In: Life
- 11 Comments
In our life :
Akan selalu ada orang yang berkata dengan nada prihatin saat kita membeli HP Lenovo, “Kenapa beli Lenovo? You should buy Samsung or Iphone!” or “Kenapa beli Lenovo? Mending beli Xiaomi yang lebih murah!” or “Kenapa beli Android? Mending beli Apple!”. Tidakkah mereka berpikir bahwa kita punya yang namanya “budget” untuk membeli gadget? Bahwa Samsung terlalu mahal untuk dibeli dengan spec sangat tidak worth it? Bisakah mereka menghargai pendapat kita pribadi, bahwa kita lebih suka berurusan dengan Android yang lebih user-friendly ketimbang Apple-Apple-an itu?
Akan selalu ada orang yang mempertanyakan kenapa kita memilih travelling ke India, ketimbang Eropa; or Aussie, atau negara lain mana pun. Again, apakah mereka tidak aware akan suatu kata bernama Budget? Atau tahukah mereka bahwa kita hanya punya jatah cuti terbatas? Atau mengertikah mereka bahwa kita tergolong aliran yang menggemari negara-negara eksotik?
Akan selalu ada orang yang menggeleng-geleng saat kita memilih makan, tinggal atau beracara di suatu tempat yang menurut mereka tidak baik, tidak bagus, dan tidak layak. Dengan entengnya, seuntai kalimat terujar, “Kenapa ga beli apartemen di xxx saja sih??” yang berarti 2 hal : 1. Itu apartment di segitiga emas, yang tidak usah diomonginlah, harganya pasti bersentuhan dengan langit; 2. MEMBELI apartment -> apakah terlupakan bahwa uang tidak tumbuh dari pantat? Why, why, begitu mudah berbicara tanpa berpikir. Why, why, tidak pernah belajar menempatkan diri di posisi orang lain?
Intinya, akan selalu ada orang yang merasa pendapat dan pemikirannya lebih benar ketimbang pemikiran kita. Akan selalu ada orang yang ‘lupa’ bahwa orang lain juga punya pemikiran, sudut pandang, dan pertimbangannya sendiri (yang ga semua orang bisa paham) atau kalau pun sadar, memilih untuk mengabaikan pertimbangan kita. Akan selalu ada orang lain yang lebih berpengalaman dari kita sehingga merasa berhak untuk mengkritik pilihan orang lain yang tidak sesuai dengan pemikirannya. Dan walaupun sangat ideal kalau itu tidak terjadi dan semua saling menghargai dan penuh cinta kasih, adalah sungguh sah dan wajar di jaman ini untuk berhadapan dengan hal yang disebut di atas.
Beberapa kemungkinan response yang bisa dipertimbangkan untuk me-response kejadian di atas :
1. ‘Memberontak’, mati-matian membeberkan semua alasan yang sudah jadi bahan pertimbangan matang-matang. Menegaskan bahwa we’re on the right track. Intinya, defense is the best attack.
2. Mengabaikan apapun yang mereka katakan. I deserve to decide everything in my own life. Masuk telinga kiri, keluar telinga kanan. I don’t accept any feedback or critics, sorry.
3. Yang sedikit lebih wise, memilih positif bahwa apapun yang mereka katakan, itu adalah dengan tujuan baik. Atas dasar sayang, perhatian, apapun itu, sebutkanlah, walau kadang terselubung nada bicara yang tidak (terlalu) positif.
Awalnya saya memilih nomor 1.. lalu perlahan lelah dengan pembelaan dan penjelasan. Apalagi karena keduanya tidak berefek apapun.
Diam kemudian menjadi senjata kedua. Memilih meneruskan membaca buku atau bermain game saat semua omongan mengalir deras. Memilih menulikan telinga dan hanyut dalam dunia sendiri.
Ketiga akhirnya memilih berdamai dengan dunia dan belajar melakukan nomor 3. Mendengar masukan mereka, tapi tetap stand on our opinion kalau kita merasa sudah merasa mantap dengan keputusan kita. Belajar untuk mempertimbangkan masukan orang lain. Kalau sudah terlanjut dilakukan, ya ga apa-apa, masukan/feedbacknya bisa untuk pertimbangan next time. Belajar untuk bercanda dengan santai, “Nanti deh kapan-kapan beli iPhone. Sekarang udah terlanjur demen sama Lenovo..” atau “Nanti deh nabung pelan-pelan untuk beli apartemen di daerah mewah itu..” dan lain-lain. Rasanya lebih menyejukkan hati untuk kedua belah pihak, ketimbang merasa gusar, pahit, dan tidak terima dengan cara berujar orang lain, tidakkah begitu?
Saya pribadi masih belajar. Kecewa dan sedih sometimes tentunya ada karena merasa apapun yang kita pilih dan lakukan selalu salah di mata orang lain. Merasa bahwa kita selalu dianggap orang yang bodoh dan dangkal, dengan tindak pemikiran dan keputusan kita. Tapi sedang, dan akan selalu belajar untuk berbesar hati.
11 Responses to "Pembelajaran Soal Kritik dan Feedback"
gw msh di nomor 2 Fan..hhehee
pasti g sm Adi deh yang bilang soal XIAO MI … ;p
1 | Chrismana"bee"
October 22, 2014 at 10:08 am
Tapi kadang ngeselin ya mbak
fannywa
October 22, 2014 at 10:13 am
Ember haha..