Kabur
Posted September 22, 2014
on:- In: Fiction
- 8 Comments
Awalnya, mulut manis kami masih bisa melontarkan sekian banyak alasan untuk meredam pertanyaan orang, walau waktu demi waktu, kreativitas makin tergilas. Akhirnya kami hanya bisa menghindar dari orang banyak, memupuskan pertanyaan yang semakin menggila dengan tatap curiga dari mereka yang berbaik hati untuk prihatin pada semua memar, lebam dan luka di wajah kami.
Kami memang sasaran paling empuk dari seorang ayah pemabuk yang depresi dengan pahitnya kehidupan dan menganggap kami bertiga sebagai beban belaka.
Hanya kentalnya persaudaraan yang sanggup membuat kami mencoba bertahan. Saling menguatkan satu sama lain dan berujar kata-kata penghiburan, itu senjata kami.
Akhirnya suatu hari kami menyerah. Setelah memutuskan dengan separuh ragu, kami tiga saudara kembar kabur ke stasiun. Diam-diam tentunya, dengan tiket tersimpan aman di saku. Gemetar dan gentar luar biasa kami meninggalkan rumah dan sosok tukang pukul itu. Kabur, itulah pilihan terakhir kami, tiada yang tersisa. Apakah kami akan dicari dan diketemukan? Entahlah..
Sebersit puas hadir dalam diri kami saat ingatan melayang sejenak pada sosok yang terbujur kaku di gudang rumah, yang kami tinggalkan teronggok begitu saja dengan puluhan tusukan di tubuh rentanya.
Diikutsertakan dalam Monday Flash Fiction Prompt #62
1 | Chrismana"bee"
September 22, 2014 at 4:39 am
Wewww
fannywa
September 22, 2014 at 9:07 am
:p